
Anggota DPRD Pasaman Barat, Rizki Aulia Dorong Reformasi Struktural APBD
Pasaman Barat, Teras Nagari News.com — Anggota DPRD Pasaman Barat, Rizki Aulia, SE, MM, menilai kondisi keuangan daerah saat ini tidak lagi bisa diselesaikan dengan solusi administratif biasa. Menurutnya, tunda bayar anggaran senilai Rp43,38 miliar dan saldo kas daerah yang hanya tersisa Rp400 juta pada akhir 2024 adalah sinyal kuat kegagalan sistemik dalam pengelolaan fiskal daerah.
“Ini bukan sekadar persoalan teknis. Kita sedang menghadapi kegagalan sistem yang bersumber dari lemahnya tata kelola dan keberanian dalam mengakui kesalahan kebijakan,” ujar Rizki saat diwawancarai media pada Kamis, 29 Mei 2025.
Ia menekankan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) seharusnya menjadi cermin arah pembangunan strategis, bukan sekadar dokumen keuangan tahunan. Sayangnya, penyusunan APBD di Pasaman Barat selama ini dinilai tidak berbasis pada bukti dan kebutuhan nyata, sehingga memunculkan program-program tumpang tindih dan belanja yang tak produktif.
“Banyak OPD hanya menyusun kegiatan karena ‘harus ada’, bukan karena menjawab kebutuhan masyarakat,” kata Rizki.
Tunda Bayar dan Utang Menggunung
Rizki menyebutkan bahwa fenomena tunda bayar yang terjadi bukan muncul tiba-tiba. “Ini hasil dari asumsi pendapatan yang tidak realistis, ketiadaan manajemen risiko fiskal, dan budaya belanja yang hanya mengejar penyerapan, bukan manfaat,” jelasnya.
Tak hanya itu, ia menyinggung hasil audit BPK yang mencatat utang belanja daerah hingga akhir 2024 mencapai Rp89,4 miliar—angka yang jauh lebih besar dibandingkan nilai tunda bayar yang diakui pemerintah daerah.
“Ini menunjukkan adanya beban masa lalu yang disembunyikan dan belum pernah dipaparkan secara utuh kepada publik maupun DPRD,” ujarnya.
Gagal pada Tiga Level Manajemen
Berdasarkan pendekatan manajemen publik, Rizki mengidentifikasi tiga jenis kegagalan utama yang menyebabkan krisis fiskal di Pasbar:
1. Strategic Budgeting: Anggaran tidak disusun berdasarkan prioritas jangka menengah, melainkan untuk memenuhi kepentingan politik tahunan.
2. Risk Anticipation: Tidak ada model prediktif yang bisa mengantisipasi penurunan pendapatan atau lonjakan belanja menjelang akhir tahun.
3. Value-Based Spending: Belanja publik masih menganut pendekatan “habiskan dana”, bukan “hasilkan manfaat”.
Krisis Kepercayaan dalam Institusi Pemerintahan
Rizki juga menyoroti terbatasnya alokasi Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN yang hanya cukup untuk 10 bulan serta pembayaran tenaga honorer yang terhenti di pertengahan tahun. Menurutnya, hal ini telah merusak moral dan kepercayaan aparatur.
“Kepercayaan adalah fondasi kinerja. Bila ini terus terkikis, maka akan muncul apatisme dan budaya birokrasi yang tidak produktif,” ungkapnya.
Lima Usulan Reformasi Struktural
Sebagai solusi jangka menengah, Rizki mengajukan lima langkah reformasi yang ia sebut berbasis ilmu manajemen strategis dan keuangan publik:
1. Anggaran Berbasis Kinerja: Setiap belanja harus dikaitkan dengan output terukur.
2. Dashboard Fiskal Interaktif: Sistem digital untuk memantau kondisi keuangan secara real-time.
3. Komite Strategis Anggaran Daerah: Tim lintas sektor yang merumuskan arah belanja lima tahunan.
4. Early Warning System Keuangan: Sistem deteksi dini untuk mencegah defisit dan gagal bayar.
5. Rotasi ASN Berbasis Kinerja: Meritokrasi dalam pengelolaan sumber daya manusia.
Seruan Perubahan
Rizki menegaskan bahwa DPRD tidak boleh hanya menjadi tempat menyetujui anggaran, tetapi juga harus menjadi laboratorium ide dan tempat memperjuangkan arah pembangunan yang berbasis data dan ilmu.
“Kita harus berani berkata: cukup sudah siklus tambal sulam. Mari kita bangun Pasaman Barat dengan tata kelola berbasis ilmu, data, dan kejujuran pada realitas,” tutupnya. (**)